Rencana Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang berencana memanfaatkan hutan sebagai cadangan pangan, energi, dan air mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB, Daniel Johan. Dalam sebuah wawancara, Daniel mengkritisi inisiatif ini dan mengemukakan kekhawatirannya terkait dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
Daniel menekankan pentingnya pembahasan lebih lanjut terkait rencana tersebut. "Rencana ini perlu dibahas lebih lanjut untuk memastikan bahwa pembukaan hutan secara masif tidak akan berujung pada deforestasi yang merugikan," ujar Daniel kepada Kompas.com. Ia juga mempertanyakan apakah kebijakan ini akan melibatkan pendekatan seperti agroforestry dan perhutanan sosial demi meminimalisir dampak negatif terhadap ekosistem.
Kekhawatiran Deforestasi dan Dampak Lingkungan
Kritikan Daniel Johan tidak main-main. Ia mengingatkan pemerintah bahwa hutan memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan iklim. “Hutan memiliki peran penting dalam menjaga sumber daya air dan melindungi spesies yang terancam punah. Pembukaan hutan dapat merusak ekosistem alami," tegasnya. Menurut Daniel, kebijakan yang salah dalam mengelola sumber daya hutan dapat mempercepat perubahan iklim dan merusak habitat alami bagi keanekaragaman hayati yang ada.
Ia juga menyoroti fenomena banjir yang semakin meningkat akibat penipisan hutan. “Akhir-akhir ini, banjir dan banjir bandang sering terjadi di daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami hal ini. Ini adalah alarm bagi kita semua bahwa pengurangan hutan bisa berakibat fatal,” katanya.
Dorongan untuk Kebijakan Berkelanjutan
Di tengah kekhawatiran tersebut, Daniel menyadari pentingnya mendukung kebijakan swasembada pangan yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, Indonesia harus mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. Namun, ia menekankan bahwa langkah untuk mencapai swasembada pangan harus ditempuh dengan teliti dan bijaksana.
Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah memanfaatkan lahan pertanian yang tidak terpakai. Data BPS 2019 menunjukkan bahwa ada sekitar 11,77 juta hektare lahan pertanian yang belum dioptimalkan. "Pemanfaatan lahan pertanian yang tersedia bisa menjadi solusi efektif. Kita harus melindungi lahan pertanian dari alih fungsi yang tidak terkendali," ujar Daniel. Ia mengingatkan bahwa sudah ada undang-undang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan yang harus dipatuhi oleh semua pihak.
Daniel juga mendorong pemerintah daerah untuk memainkan peran lebih aktif dalam mengatasi masalah alih fungsi lahan. "Pemerintah daerah harus serius menangani masalah ini agar kebijakan nasional dan daerah bisa bersinergi," tambahnya.
Pernyataan Menteri Kehutanan
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang mengemukakan rencananya dalam rapat terbatas di Istana Jakarta pada 30 Desember 2024, menilai bahwa hutan dapat menjadi solusi untuk ketahanan pangan, energi, dan air. "Saya bisa mempresentasikan kepada Pak Presiden bahwa hutan memiliki potensi besar sebagai cadangan pangan, energi, dan air," ungkap Raja.
Ia menyoroti potensi besar hutan di daerah seperti Riau dan Aceh. Menurutnya, pemanfaatan hutan sebagai cadangan pangan akan menjadi salah satu pembahasan utama dalam diskusi lebih lanjut mengenai ketahanan pangan.
Pernyataan Raja Juli Antoni ini menimbulkan perdebatan mengenai bagaimana langkah konkret memanfaatkan hutan tanpa mengorbankan aspek konservasi dan keberlanjutan. Apalagi, Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai zero net sink pada tahun 2030, yang berarti keseimbangan antara emisi gas rumah kaca dan upaya penyerapan harus segera diwujudkan.
Menuju Kebijakan yang Komprehensif
Perdebatan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di persimpangan dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah dituntut untuk menyeimbangkan kebutuhan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Setiap langkah harus didasarkan pada kajian mendalam agar tujuan jangka panjang seperti ketahanan pangan dan mitigasi perubahan iklim dapat tercapai tanpa mengorbankan lingkungan.
Daniel Johan menyimpulkan bahwa tantangan besar ini memerlukan kolaborasi semua pihak. "Semua stakeholder perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang komprehensif, memastikan bahwa pembangunan ekonomi berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan," tutupnya.
Dengan tetap berfokus pada mata rantai ekosistem dan keberlanjutan tetapi tetap mampu memenuhi kebutuhan pangan, rencana ke depan harus memungkinkan inovasi serta solusi yang lebih hijau dan ramah lingkungan. Ini adalah peluang bagi Indonesia untuk menjadi contoh penerapan kebijakan berkelanjutan di mata dunia.