Jakarta – Nilai tukar rupiah memulai hari dengan melemah, dibuka di posisi Rp16.231,5 per dolar AS pada perdagangan akhir pekan ini. Mengutip data Bloomberg, rupiah tercatat melemah sebesar 0,21 persen atau turun 33,5 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS turun sebesar 0,18 persen ke posisi 109,2.
Beberapa mata uang di Asia juga menunjukkan tren pelemahan. Dolar Taiwan melemah tipis 0,03 persen, peso Filipina turun 0,5 persen, rupee India melemah 0,12 persen, dan baht Thailand mengalami penurunan 0,08 persen. Di sisi lain, terdapat beberapa mata uang yang berhasil menguat, seperti yen Jepang yang naik 0,13 persen, dolar Singapura melejit 0,19 persen, dan won Korea Selatan yang menguat cukup signifikan sebesar 0,47 persen, Jumat, 3 Desember 2025.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa berbagai sentimen baik dari luar maupun dalam negeri mempengaruhi fluktuasi rupiah. Dari luar negeri, terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS menimbulkan kekhawatiran baru di pasar. Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif tambahan terhadap produk-produk dari China, meningkatkan potensi eskalasi perang dagang antara AS dan China di tahun ini. "Sentimen perang dagang selalu menjadi momok bagi pasar, terutama di negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor," ungkap Ibrahim.
Sementara itu, dari perspektif kebijakan moneter, pertemuan Federal Reserve (The Fed) pada Desember 2024 memberi sinyal akan ada lebih sedikit pemotongan suku bunga sepanjang tahun 2025. Inflasi tetap menjadi perhatian utama The Fed, yang tentunya berdampak pada kebijakan moneter AS secara keseluruhan.
Dari sisi domestik, ada kabar baik bahwa Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali menunjukkan ekspansi setelah berada di zona kontraksi selama lima bulan berturut-turut. Ditambah lagi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi December 2024 mencapai 0,44 persen secara bulanan dan 1,57 persen secara tahunan. "Kembalinya PMI ke zona ekspansif menunjukkan ada perbaikan di sektor manufaktur kita," tambah Ibrahim.
Dari sisi kurs, harga jual dan beli dolar AS di beberapa bank utama juga menunjukkan variasi yang mencerminkan dinamika pasar yang sedang terjadi. Di PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), harga beli dolar AS pada pukul 09.55 WIB ditetapkan sebesar Rp16.205, sementara harga jualnya Rp16.245 berdasarkan e-rate. Diferensiasi kurs juga terlihat pada TT Counter dan Bank Notes masing-masing bank besar di Indonesia, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), serta PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).
Harga beli dolar AS pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. tercatat Rp16.215 untuk e-rate. Sementara itu, di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., harga beli dan jual dolar AS untuk special rate masing-masing berada pada angka Rp16.125 dan Rp16.225. Hal serupa juga terjadi di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dengan harga beli dolar AS berdasarkan special rates di level Rp16.206.
Pelemahan rupiah ini menjadi bagian dari dinamika global dan domestik yang memerlukan perhatian lebih dari pihak terkait. "Kebutuhan koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal, serta menghadapi risiko eksternal, menjadi sangat penting dalam situasi ini," pungkas Ibrahim.
Seiring perjalanan waktu dan perubahan situasi global, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan terus dipantau oleh berbagai pemangku kepentingan, dari pemerintah, lembaga keuangan, hingga pelaku bisnis. Pihak-pihak ini diharapkan mampu melakukan langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, di tengah tekanan eksternal yang tidak menentu.